Dalam semester 4
di jurusan Psikologi ini saya mendapat mata kuliah Kesehatan Mental yang
pengajarannya berupa softskill, serta dibimbing oleh Henny Regina Salve, MPsi,
Psi. atau yang lebih dikenal dengan Kak Egi. Dalam pertemuan pertama, kami mendiskusikan
apa itu kesehatan mental. Sehat? Tidak sakit secara fisik, pikiran dan jiwa.
Mental? Psikis atau jiwa. Jadi, kesehatan mental adalah sehat secara psikis
ataupun jiwa.
Berikut beberapa
pengertian tentang kesehatan mental:
1.
Hadfield:
”upaya memeliharaan mental yang sehat dan mencegah agar mentak tidak sakit”.
2.
Alexander
Schneiders: ”suatu seni yang praktis dalam
mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan
mental dan penyesuaian diri, serta pencegahan dari gangguan-gangguan
psikologis”.
3.
Carl Witherington:
”ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan
teknik dalam mengembangkan mental yang sehat”.
4.
Zakiah
Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya
keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya
berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup
bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka
individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap
orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab menjadi
mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
5.
M. Jahoda,
seorang pelopor gerakan kesehatan mental mendefinisikan kesehatan mental adalah
kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam
menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga
ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik
tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.
6.
Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran,
kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Kesehatan
mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang
akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami
masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi
jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup harus
dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan
adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
1.Gangguan Somatofarm
Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organic dan factor-faktor psikologis.
2.Gangguan Disosiatif
Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
3.Gangguan Psikoseksual
Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
4.Kondisi yang tidak dicantumkan sebagai gangguan jiwa.
Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
5.Gangguan kepribadian
Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
6.Gangguan yang terlihat sejak bayi, masa kanak-kanak atau remaja.
Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
7.Gangguan jiwa organik
Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
8.Gangguan penggunaan zat-zat
Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku.
9.Gangguan Skisofrenik
Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
10.Gangguan Paranoid
Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
11.Gangguan Afektif
Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
12.Gangguan Kecemasan
Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.
Konsep sehat beserta dimensinya
Sehat adalah konsep
yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya.
Misalnya, orang tidak memiliki keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang
yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk adalah
orang yang sehat dan sebagainya”. Jadi factor subyektifitas dan cultural juga
mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah
suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara menurut White (1977), sehat
adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pun mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada sebuah
publikasi WHO tahun 1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan
kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor
keturunan dan lingkungan yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974,
menyebutkan Sehat adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Sehat dan sakit adalah
keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan
manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya
terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi secara
bergantian dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari. Terjadi sepanjang
sejarah manusia. Dikenal oleh semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk
menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau
kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat
sulit dicapai.
Sebagai satu acuan
untuk memahami konsep sehat, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam
cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik, mental
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam
definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang
tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya
dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.
Pengertian sehat yang
dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal dari sisi biologis, psikologis,
dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam
kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam
kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada
kondisi ideal tersebut ada. Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka
dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik,
yaitu agama, organo-biologik, psiko-edukatif dan sosial-budaya. Keempat dimensi
holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law).
a.Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law).
b.Organo-biologik, mengandung arti fisik
(tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya
memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak
dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan seterusnya
melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut.
c.Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang
diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua
merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya.
Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti
hingga usia 18 tahun.
d.Sosial-budaya, selain dimensi
psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kultur
budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.
Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah kesehatan mental diawali oleh pendirian rumah sakit
mental pertama di AS tepatnya di Williamsburg, Virginia pada tahun 1773.
Setelah itu Dorothe Dix seorang pionir wanita yang berusaha berjuang untuk
merawat dan menyembuhkan penderita penyakit gila dan gannguan mental.
Dengan jasa-jasanya yang begitu banyak ia mengembangkan 32 rumah sakit di
Amerika Serikat pada tahun 1840. Selain Dix, ada salah satu tokoh lagi yang
cukup berjasa dalam kesehatan mental ini. Dialah Clifford Beers, ia pernah
mengalami sakit mental dan diperlakukan buruk karena penyakitnya
tersebut. Beers mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta
cara penyembuhan dalam rumah sakit tersebut. ia sering mendapat pukulan-pukulan
ataupun hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam.
Setelah dua tahun dirawat, Beers pun sembuh. Pada tahun 1900, ia menjalankan
aksi gerakan kesehatan mental dengan menerbitkan buku yang berjudul "A
Mind That Found itself". Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers
bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat
disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program
nasional, yang berisikan:
- Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
- Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
- Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
- Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
Pada tahun 1930 Public Healt Service (PHS) dari US
membentuk divisi narkotika,yang dinamakan divisi mental kebersihan. Mereka
bertujuan untuk menyatukan dan mengobati serta memerangi kecanduan narkoba dan
studi tentang prevelensi, penyebab, dan cara mencegah dan mengobati gugup dan
penyakit mental. Tahun 1952 ditemukan pertama kali obat psikotropika yaitu
Klorpromazin (Thorazine). berfungsi untuk memperbaiki kondisi konsumen dengan
psikosis dan delusi. Di banak kasus, Thorazine meringankan gejala halusinasi,
agitasi delusi dan gangguan pikiran.
Beberapa tahun setelah itu tepatnya 1988, konsep kesehatan perilaku dikelola
dari teori ke praktek. Massachusetts adalah negara bagian pertama yang
memanfaatkan platform manage care sebagai kebutuhan kesehatan perilaku.
Platform manage care didasarkan pada efisiensi dan efeksivitas dan berusaha
mengambil keuntungan dari teknologi yang bermunculan.
Akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan
sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah
organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909
berdirilah The National Committee for Mental Hygiene dan Beers sendiri duduk di
dalamnya hingga akhir hayatnya.
Daftar
Pustaka:
-Syamsu, Yusuf. 2009. Mental
Hygiene. Bandung: Maestro
-Brennan, James F. 2006. Sejarah
dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sarlito.
-Moeljono,
Notosoedirdjo. 2002. Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapan. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
-Dr.
Kartini Kartono. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam.
Bandung: CV. Mandar Maju
-Moeljono
Notosoedirjo, Latipun. 2000. Kesehatan Mental. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang
No comments:
Post a Comment