Friday, March 30, 2012

Homoseksualitas

Pacarnya kok
‘sama’?
                                                                                                                      Cewek pacaran sama cewek
                      cowok pacaran sama cowok
                      Kenapa bisa gitu, ya?

Homoseksualitas obrolan yang memang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Semakin hari, makin banyak orang yang terbuka dan mengakui dirinya adalah seorang homoseksual. Meski banyak yang mulai terbiasa dengan keberadaan mereka, tapi ada juga yang tetap penasaran dengan pilihan yang diambil oleh kaum homoseksual. Kenapa sih bisa jatuh cinta sama sesama jenis? Hmm

  

Apa sih homoseksual?
Terminology atau definisi homoseksual tidak hanya diberlakukan buat cowok, sebenernya cewek yang hanya serr atau merasakan ketertarikan terhadap sesamanya juga termasuk dalam kategori homoseksual, tetapi di masyarakat umum istilah lesbianisme lebih dikenal untuk cewek yang suka sama cewek. Padahal arti Homo sendiri berarti sama, sejenis atau satu golongan.
Berarti homoseksual adalah orang yang merasakan atau hanya tertarik dengan jenis kelamin yang sama, kalo cewek suka sama cewek, sedangkan cowok suka sama cowok juga.

Lesbianisme
Lesbianisme dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai deviasi seksual, misalnya yang dilakukan di asrama-asrama putri atau rumah penjara, karena keadaan yang mendorong pelaku-pelakunya untuk berbuat demikian. Dalam keadaan normal mereka tidak melakukannya lagi. Dan mereka dapat dimasukkan ke dalam golongan lesbian pasif dan dapat terikat dalam pernikahan. Namun demikian banyak di antara mereka yang menunjukkan sikap dingin (frigid) dalam hubungan heteroseksual (perempuan-lelaki). Lesbian yang aktif tidak akan menikah, akan tetapi hanya pasangan yang sejenis kelaminnya saja. Frekuensi lesbianisme cukup tinggi, menurut Jeffcoate kira-kira 25% dan menurut Kinsey dkk kira-kira mencapai 28%.

Homoseksualitas pria (kaum gay)
Apa yang diuraikan bagi lesbianisme berlaku pula bagi homoseksualitas pada pasangan pria dengan pria. Cara pemuasan seksual sedikit berbeda, dimana seorang pria homoseksual dapat mencari obyek mangsanya di antara pria-pria yang tidak bertendensi homoseksual, bahkan di antaranya anak-anak dibawah umur, dengan rayuan-rayuan, janji-janji dan imbalan-imbalan material. Di antara mereka ada yang memutuskan untuk menikah (cara ini ditempuh untuk menghindarkan imej negatif masyarakat pada dirinya) dan dikaruniai beberapa anak dan kemudian keinginannya untuk memuaskan diri secara homoseksual hilang. Akan tetapi ada pula di antara mereka yang secara tersembunyi masih melakukan hubungan homoseksual. Karena pada dasarnya mereka termasuk dalam biseksual. Sering mereka menunjukkan gejala-gejala transvitisme, yaitu mengenakan pakaian wanita atau bermasturbasi sambil mengkhayalkan sedang bermesraan dengan seorang pria.

Penyebabnya macam-macam
Kalau mau cari tahu seseorang bisa suka sama sesama jenis, jawabannya bisa sangat beragam. Ada yang diakibatkan faktor mutasi genetika alias bawaan dari lahir yang susah untuk dihindari. Ada yang karena faktor sosial, seperti pada mereka yang cuma ikut-ikutan tren. Ada juga ahli yang bilang kalau homoseksualitas bisa disebabkan oleh factor psikologis, seperti karena patah hati atau pengalaman traumatic saat masih kecil. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap homoseksualitas, bisa berbeda-beda pada tiap orang. Karena itu, menurut Danny Irawan Yatim, psikolog dari UNIKA Atma Jaya, penyebabnya nggak bisa dipandang dari satu sisi. Soalnya dipengaruhi baik oleh faktor bawaan (biologis) dan juga faktor lingkungan, seperti pola asuh, budaya, sampai penerimaan masyarakat. Buat tiap orang penyebabnya memang nggak sama. 

Kadarnya juga bervariasi
Awalnya, para ahli mengelompokkan homoseksual sebagai penyakit. Namun, pada tahun 1973, para dokter dan psikolog mencoret homoseksual dari daftar penyakit kejiwaan dan memasukkannya sebagai bagian dari orientasi seksual seseorang. Homoseksualitas selain nggak menular, juga nggak bisa dilihat hanya dari sisi fisiknya saja. Misalnya, nggak semua cewek tomboy itu lesbian atau semua cowok feminine adalah gay. Banyak juga kok cewek girly yang homoseksual. Sebaliknya, ada juga cewek tomboy yang heteroseksual. Bicara tentang orientasi seksual, tiap orang ternyata punya ‘tingkatan’ orientasi yang berbeda-beda. Seorang peneliti seksual, Alfred Kinsey, bilang kalau orientasi seksual tuh nggak cuma terdiri dari homoseksual ‘murni’ dan heteroseksual ‘murni’ saja. Karena di antara kedua ‘titik kemurnian’ ini, ada beberapa titik lain yang saling berpengaruh. Makanya kadang ada heteroseksual yang sering berfantasi pacaran dengan teman sesame jenis. Sebaliknya, ada juga homoseksual yang punya pacar heteroseksual (biasa disebut biseksual).
Buat kita yang masih asyik mencari identitas diri, ‘posisi’ orientasi seksual ini ternyata masih terus berkembang. Karena itu, kalau kita ketemu teman yang kayaknya suka sesama jenis, kita nggak bisa buru-buru men-judge dia sebagai homoseksual ‘murni’. “Umumnya, seksualitas itu baru benar-benar ‘mantap’ di usia 19 tahunan. Tapi sangat bervariasi buat tiap orang. Yang baru yakin dengan seksualitasnya setelah berumur 30 tahun juga ada,” jelas Danny lagi.

Susahnya coming out
Coming out adalah istilah untuk proses ketika seseorang sudah berani untuk mengakui dirinya homoseksual. Menurut Richard Niolon,Ph.D., proses coming out terdiri dari 5 tahap. Yang pertama adalah ketika ia baru mulai merasa dirinya homoseksual (biasanya di masa remaja). Lalu tahap berikutnya adalah ketika ia mulai terbuka dan berani curhat kepada orang lain, kayak sahabat atau konselor. Di dua tahap ini, biasanya muncul rasa bersalah yang besar karena pengaruh imej yang dibentuk oleh lingkungan.
Nah, tahap selanjutnya adalah bergaul dengan homoseksual lain, yang kemudian diikuti oleh tahap penilaian diri secara positif. Jika seseorang sudah sampai ke tahap ini, maka ia akan lebih mudah memasuki tahapan yang terakhir, yaitu penerimaan diri secara penuh. Namun, untuk berada di tahapan terakhir ini nggak mudah buat mereka. Apalagi banyak orang yang masih sering menganggap negatif keberadaan homoseksual. Akhirnya banyak kaum homoseksual merasa rendah diri dan membenci keadaan dirinya.
Tanpa sadar, mungkin kita pun mulai men-judge para homoseksual secara sepihak. Padahal itu artinya kita sedang menyakiti perasaan mereka dan bikin proses coming out mereka menjadi semakin sulit. Bahkan, menurut Danny, ada penelitian yang bilang kalau sebagian besar masalah kejiwaan (klinis) yang dihadapi para homoseksual disebabkan oleh besarnya tekanan sosial dari masyarakat, yang membuat mereka menjadi stres dan terbebani. 

Ini pilihan mereka
Di negara kita, homoseksualitas masih dianggap sesuatu yang ‘tabu’ dan belum bisa diterima dengan tangan terbuka. Namun bagaimanapun juga, orientasi seksual adalah masalah pilihan. “It’s like another choices. Sama seperti kalau kita memilih masuk jurusan IPA atau IPS. Keduanya pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan buat diri kita. Jika kita akhirnya memilih suatu ‘jurusan’, kita harus bisa menanggung resikonya. Dan kita pun harus bisa menghormati orang-orang yang memilih ‘jurusan’ yang berbeda dengan kita,” jelas Ninuk Widyantoro, psikolog dari Yayasan Kesehatan Perempuan.
Kita tetap harus menghargai seseorang apa adanya, bukan karena orientasi seksualnya. “Nilai seseorang berdasarkan pribadinya, sehingga kita akan sadar kalau para homoseksual sama saja dengan kita. Rasa cinta mereka terhadap sesama jenis pun sama dengan yang dirasakan heteroseksual terhadap lawan jenis. Dan, sekali lagi, itu merupakan pilihan,” kata Ninuk lagi.

Rahasia BESAR-ku    
Ini salah satu contoh kasus homoseksualitas yang dengan gamblangnya menceritakan masalah kepribadiannya. Check it out.
Nama gue Imelda Taurina Mandala. Gue seorang fotografer yang punya rahasia besar yang ingin gue bagi. Rahasia ini, sudah gue pendam sejak kelas 3 SD, saat gue menyadari bahwa gue suka sama sesama cewek. Terus terang, waktu itu gue belum tahu kalau perasaan suka yang gue rasakan itu berbeda dengan rasa sayang sama ortu atau orang lain. Baru sekitar SMP gue tahu ada istilah lesbian (homoseksual) dan artinya sangat negatif.
Gue baru mengenal istilah itu dari kakak gue yang sering ngeledekin gue lesbian. Mungkin karena penampilan gue yang tomboy ini, ya. Saat itu gue marah sekaligus takut banget karena sebutan itu rasanya bikin gue serasa orang yang paling berdosa dan bersalah sedunia. Selain itu, gue takut hal-hal buruk yang dapat menimpa gue kalau sampai berani jujur. Gue nggak bisa ngebayangin respon ortu gue, mereka pasti shock  kalau tahu ada anak ceweknya yang lesbian!
Karena itu, gue minyimpannya rapat-rapat. Padahal saat itu, gue juga merasa bingung banget dengan diri sendiri dan parahnya gue nggak bisa minta bantuan ke siapapun. Kadang gue menangis diam-diam, saking bingungnya. Gue bahkan nggak menceritakan ‘rahasia’ ini sama sobat terdekat gue. Dan hal ini semakin bikin gue menderita, karena gue nggak bisa menjadi diri gue yang sebenarnya. I feel like cheating myself… dan itu rasanya sakit banget.
Di sekolah gue tetap bungkam, walaupun semakin banyak orang yang curiga bahkan menuduh gue lesbian karena gue selalu mengelak kalu ngomongin cowok. Pernah ketika gue ikut acara keagamaan di sekolah, nggak ada satu pun teman cewek yang mau sekamar sama gue! Gilak, rasanya sakit banget sampai bikin gue mau nangis. Untungnya, ada satu temen cewek gue yang nggak percaya gosip dan mau sekamar sama gue. Gue belajar arti sahabat sejati dari dia dan dia tetap jadi sobat baik gue walaupun akhirnya dia tahu rahasia gue yang sesungguhnya.
Gue akhirnya memilih untuk coming out karena gue nggak mau lagi hidup dalam ketakutan dan membohongi diri sendiri. Orang yang pertama gue beritahu adalah teman sekelas gue itu dan thank God dia bisa menerimanya dengan baik dan tetap mau sobatan sama gue. Wah, lega banget rasanya…
Tapi, proses ini nggak segampang yang gue kira lho. Masih banyak masalah yang harus gue hadapi. Gue harus menghadapi penolakan dari keluarga, bahkan nyokap sampai mengancam mau bunuh diri dan minta gue berubah. Begitu pula dengan lingkungan sekitar gue karena masyarakat kita masih sering salah sangka tentang lesbian dan selalu mengaitkannya dengan free sex, drugs, AIDS dan sebagainya. Padahal, kenyatannya nggak begitu!
Kita memang cenderung takut terhadap hal-hal yang nggak kita kenal dan ketahui. Makanya, gue selalu terbuka kalau ada teman, pihak keluarga atau lingkungan lain yang ingin menyampaikan uneg-uneg mereka tentang lesbian atau ngobrol sama gue biar nggak salah paham. Karena menurut gue, kita harus menghargai semua orang, tanpa memedulikan harta, jabatan, suku, agama ataupun pilihan hidup yang ia ambil dan percayai.
 




No comments:

Post a Comment